"Ketika dia yang kau cinta
mencintai yang lain, betapa dalamnya terluka hati... Dan bagaimana aku
harus meyakinkan diriku, saat ku dengar suaramu hatiku bergetar, saat ku
tatap matamu ku tak mampu pergi..." #SammySimorangkir
Apa kau pernah ucap sayang? Pernah kamu terus terang katakan hanya aku? TIDAK, Dear... Aku tak pernah mendengarnya dari dua katup bibirmu itu.
Rasaku padamu mungkin yang disebut "cinta bertepuk sebelah tangan". Aku menanggungnya seorang diri. Mencium aroma bunga-bunga cinta bermekaran, atau menanggung nyeseknya kecemburuan. Aku menanggungnya sendiri. Kau tak pernah nyatakan hubungan yang pasti di antara kita ini apa.
Selama ini aku bertahan atas naluriku semata. Pesan yang kau siratkan seolah bercerita selebar-lebarnya tentang rasa yang tertunjuk padaku. Kau tau, Dear? Aku sangat takut semua sangkaanku selama ini salah. Aku takut aku hanya ke-PD-an memaknai sajakmu, yang mungkin saja bukan untukku.
Tapi ku rasa getar keseriusan saat kerap kau cumbui aku. Tata Bahasamu padaku pun, tidak seperti dengan mereka. Walau aku tentu cemburu, walau sakit juga saksikan kau dan dia bercengkrama sedemikian mesra. Namun aku bisa apa? Menghalangimu mendekatinya, berarti mempersilahkan kau mendekatiku. Dan aku tidak mau itu terjadi. Dear, andainya rasaku benar, tak hendakkah kau jaga perasaan itu?
Tunggulah hingga kau telah berhasil kumpulkan keberanianmu datangi Bapakku, seperti yang kau pernah katakan padaku di tengah candamu itu. Tunggulah hingga aku dan kamu benar-benar tak ada beban untuk memilih menolak atau menerima rasa ini. Tunggulah, Dear!. Jika tak mampu kau menunggu dan masih senang mencumbui kesemuan, maka aku... tak mampu pergi. #KemudianNangisGegelimpungan
Apa kau pernah ucap sayang? Pernah kamu terus terang katakan hanya aku? TIDAK, Dear... Aku tak pernah mendengarnya dari dua katup bibirmu itu.
Rasaku padamu mungkin yang disebut "cinta bertepuk sebelah tangan". Aku menanggungnya seorang diri. Mencium aroma bunga-bunga cinta bermekaran, atau menanggung nyeseknya kecemburuan. Aku menanggungnya sendiri. Kau tak pernah nyatakan hubungan yang pasti di antara kita ini apa.
Selama ini aku bertahan atas naluriku semata. Pesan yang kau siratkan seolah bercerita selebar-lebarnya tentang rasa yang tertunjuk padaku. Kau tau, Dear? Aku sangat takut semua sangkaanku selama ini salah. Aku takut aku hanya ke-PD-an memaknai sajakmu, yang mungkin saja bukan untukku.
Tapi ku rasa getar keseriusan saat kerap kau cumbui aku. Tata Bahasamu padaku pun, tidak seperti dengan mereka. Walau aku tentu cemburu, walau sakit juga saksikan kau dan dia bercengkrama sedemikian mesra. Namun aku bisa apa? Menghalangimu mendekatinya, berarti mempersilahkan kau mendekatiku. Dan aku tidak mau itu terjadi. Dear, andainya rasaku benar, tak hendakkah kau jaga perasaan itu?
Tunggulah hingga kau telah berhasil kumpulkan keberanianmu datangi Bapakku, seperti yang kau pernah katakan padaku di tengah candamu itu. Tunggulah hingga aku dan kamu benar-benar tak ada beban untuk memilih menolak atau menerima rasa ini. Tunggulah, Dear!. Jika tak mampu kau menunggu dan masih senang mencumbui kesemuan, maka aku... tak mampu pergi. #KemudianNangisGegelimpungan
Ankasa,
10-2013